Bukan karena Daging dan Darahnya Tapi Ketakwaannya



Assuaiby.com, Sidoarjo - Dalam tradisi Islam, ibadah qurban bukan sekadar ritual penyembelihan hewan, melainkan simbol ketundukan total seorang hamba kepada Allah Subhanaahu Wa Ta'ala . Imam Al-Ghazali, dalam berbagai karyanya, mengupas makna mendalam di balik qurban, mengaitkannya dengan penyucian jiwa dan keteladanan Nabi Ibrahim AS.  

Didalam *Kitab Ihya’ Ulumuddin*, Al-Ghazali menjelaskan bahwa qurban adalah manifestasi dari takwa dan ketaatan. *Sebagaimana firman Allah :*  

> *"Daging dan darahnya tidak akan pernah sampai kepada Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang sampai kepada-Nya."* *(QS. Al-Hajj: 37)*  

Menyembelih hewan qurban hakikatnya adalah *"menyembelih" sifat kebinatangan dalam diri manusia*, seperti keserakahan, hawa nafsu, dan kecintaan berlebihan pada dunia.  

Didalam *Kitab Mishkat al-Anwar*, Al-Ghazali menegaskan bahwa qurban mengajarkan kepasrahan total (tawakkal) sebagaimana yang ditunjukkan Nabi Ibrahim ketika diperintahkan menyembelih Ismail. Ujian ini bukan tentang membunuh anak, tetapi tentang *mengorbankan kecintaan tertinggi demi Allah*.  
> *"Ketika seorang hamba meletakkan pisau di leher hewan qurbannya, ia seharusnya juga ‘menyembelih’ sifat ego, kesombongan, dan keterikatan pada materi."*  

Didalam *Kitab Bidayatul Hidayah* ditekankan bahwa qurban harus disertai *keikhlasan dan kepedulian sosial*. Daging yang dibagikan bukan sekadar sedekah, tetapi :  
- *Pengingat bahwa rezeki adalah amanah Allah* yang harus dibagi.  
- *Pelajaran untuk tidak kikir*, karena hakikat pemilik segala sesuatu hanyalah Allah.  
  
Imam Al-Ghazali mengutip hikmah ulama salaf :   *"Jika hewan qurban bisa berbicara, ia akan berterima kasih karena matinya menjadi jalan ampunan bagi manusia."*  

Penyembelihan qurban adalah *perjanjian simbolik* bahwa kematian hewan tersebut menjadi pengganti dari "kematian spiritual" manusia akibat dosa.  

Menurut Imam Al-Ghazali, qurban yang HAKIKI adalah ketika seorang muslim tidak hanya menyembelih hewan, tetapi juga *"menyembelih" sifat-sifat kebinatangan dalam dirinya*. Dengan demikian, qurban menjadi *jalan pendekatan diri (taqarrub) kepada Allah* sekaligus *transformasi jiwa menuju insan yang lebih suci*.  

*"Barangsiapa yang mengorbankan hawa nafsunya karena Allah, maka ia telah memahami hakikat qurban sejati."* *(Ihya’ Ulumuddin).*

*Semoga kita selalu di Rahmati Allah subhana wataala.   🤲🏻*

Sumber: muslim.or.id

Admin: Sudono Syueb

0 Komentar