Artikel Terbaru ke-2.188
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Assuaiby.com, Sidoarjo - Apa pun kondisi bangsa kita saat ini, kita percaya, bahwa kondisi ini merupakan produk dari perbuatan para pemimpin dan elite bangsa ini. Dan mereka itu adalah produk dari pendidikan nasional kita. Karena itu, jika kita ingin tahun 2045, Indonesia menjadi negara hebat, mau tidak mau, kita harus melakukan perbaikan yang serius atas kondisi pendidikan kita saat ini.
Problematika pendidikan kita sangat mendasar dan serius. Banyak masalah urusan administratif yang perlu diperbaiki, seperti teknik pelaporan kinerja guru, ada tidaknya jurusan di SMA, atau teknik penerimaan murid baru, dan sebagainya. Tapi, ada masalah mendasar yang perlu dirumuskan ulang.
Bahkan, kita perlu keberanian untuk bertanya tentang hakikat dan eksistensi sekolah saat ini. Apakah sekolah dalam bentuknya yang sekarang masih diperlukan atau tidak? Atau, harus ada perubahan yang mendasar dari sistem sekolah? Apakah sekolah tingkat SD harus enam tahun? Apakah SMP dan SMA harus enam tahun?
Salah satu gagasan besar dilontarkan oleh Prof. Nanang Fattah dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Di kanal youtube bisa kita saksikan, gagasan menarik dari guru besar pendidikan ini. Prof. Nanang Fattah mengusulkan, untuk menghemat anggaran pendidikan, maka perlu dilakukan pemotongan masa sekolah selama 4 tahun. Menurutnya, kalau mau mereformasi pendidikan, maka lama sekolah perlu dikurangi.
“Sekarang Reformasi pendidikan belum terjadi. Ketika jaman SBY presidennya, saya sudah merumuskan, kalau mau mereformasi pendidikan, harus diubah lama sekolah. Berani nggak SD dari enam tahun menjadi empat tahun. Berani nggak SMP dari tiga tahun jadi dua tahun. Berani nggak mengubah SMA jadi dua tahun,” kata Prof. Nanang yang dikenal sebagai pakar pembiayaan pendidikan.
Jadi, kata Prof. Nanang, wajib belajar secara nasional itu cukup delapan tahun; tidak perlu 12 tahun. Jika anak masuk SD umur 7 tahun, maka 8 tahun kemudian, pada umur 15 tahun ia sudah siap kerja atau siap kuliah. Jadi anak tidak terlalu lama di sekolah.
“Sekarang banyak pelajaran diulang-ulang. Terlalu lama di sekolah. Empat tahun pemborosan. Harusnya 15 tahun sudah kerja. Ini warisan penjajah. Penjajahnya sudah pergi, sistemnya masih kita pakai, tambah Prof. Nanang.
Untuk itu, ia mengusulkan perubahan pada kurikulum pendidikan. Yakni, 70 persen life skill, dan 30 persen teori. Metode dan strategi pembelajarannya harus diubah. Kuncinya, kurikulum yang baik dan guru atau dosennya berkompeten,” tambahnya.
Prof. Nanang juga menyampaikan, agar pada tingkat SD, pendidikan kita difokuskan pada pembentukan moral atau akhlak yang baik. Setelah itu, di tingkat menengah, mulai difokuskan pada penguasaan sains dan teknologi.
Dalam sejarah pendidikan di Indonesia, kita pun menjumpai para tokoh nasional kita yang sudah dewasa dan mandiri di usia muda belia. Bung Karno, di usia 15 tahun, sudah dididik langsung oleh HOS Tjokroaminoto, sehingga matang pemikiran dan sikap hidupnya. Haji Agus Salim, pada umur 20 tahun, sudah ditugaskan sebagai pegawai Konsul Hindia Belanda di Jeddah. Begitu juga Buya Hamka, di usia 16 tahun, sudah pergi ke Yogyakarta dan berguru langsung dengan para tokoh hebat, seperti HOS Tjokroaminoto, Ki Bagus Hadikusumo, dan sebagainya.
Para dai Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) dan banyak organisasi Islam lainnya yang terjun menjadi guru atau yang dikirim ke pelosok-pelosok negeri, adalah anak-anak muda lulusan SMA yang berusia sekitar 18-20 tahun. Pendidikan tingkat SMA dulu sudah melahirkan anak-anak muda yang siap terjun ke masyarakat. Bandingkan dengan kualitas banyak lulusan S-1 saat ini!
Rasulullah saw menyebut umur 15 tahun sebagai syarat sahabat-sahabat Nabi diizinkan untuk ikut berperang. Umur 15 tahun adalah batas akhir anak-anak. Ketika mencapai umur 15 tahun, maka anak harus dinyatakan sebagai orang dewasa dan wajib bertanggung jawab terhadap amalnya sendiri. Dalam bahasa Islam, ia sudah mukallaf; ia sudah akil-baligh. Maka, tepatlah jika di umur 15 tahun itu ia sudah mulai belajar serius tentang kehidupan agar bisa hidup mandiri.
Ini baru satu contoh gagasan besar dalam pendidikan kita. Presiden Prabowo Subianto berulang kali menyampaikan tekadnya untuk membawa Indonesia menjadi negara hebat! Gagasan dan tekad besar Presiden ini perlu diikuti dengan program-program besar dan serius dalam bidang pendidikan. Kita percaya Menteri Pendidikan sangat memahami masalah ini. Semoga para pemimpin kita diberikan bimbingan dan perlindungan oleh Allah SWT. (Depok, 12 April 2025).
Acmin: Sudono Syueb
0 Komentar